الا بن: هو حيوان يتولد من نطفة شخص اخر من نوعه Artinya: Anak adalah hewan yang dilahirkan dari nutfah (air mani) orang lain dari sejenisnya

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "الا بن: هو حيوان يتولد من نطفة شخص اخر من نوعه Artinya: Anak adalah hewan yang dilahirkan dari nutfah (air mani) orang lain dari sejenisnya"

Transkripsi

1 BAB II IBNU SABIL DAN TUNAWISMA A. Ibnu sabil 1. Pengertian Ibnu sabil Istilah ibnu sabil terdiri dari dua kata, yakni ibnu dan sabil. Secara bahasa, arti dari kedua kata tersebut dapat dipaparkan sebagai berikut: 1 الا بن: هو حيوان يتولد من نطفة شخص اخر من نوعه Artinya: Anak adalah hewan yang dilahirkan dari nutfah (air mani) orang lain dari sejenisnya 2 السبيل الطريق وما وضع منه يذك ر و يو نث Artinya: Sabil adalah thariq (jalan) dengan orang-orang yang berjalan di atasnya, baik laki-laki maupun wanita Dua kata di atas, dalam kaidah bahasa Arab merupakan bentuk idlafah. Dalam bentuk idlafah, terkandung makna min, fi, dan li di mana dua kandungan makna yang pertama merupakan prioritas dalam memaknai bentuk idlafah. Apabila kedua makna tersebut tidak dapat digunakan, maka baru dapat dipergunakan makna li. Dari pengertian secara bahasa kedua kata yang membentuk istilah ibnu sabil, dapat diketahui bahwa ibnu sabil secara harfiah berarti anak manusia yang berada di jalan. 1 Imam Ali bin Muhammad al-jurjaniy, Kitab al-ta rifat, Surabaya: Haramain, 2001, hlm Jamaluddin Muhammad bin Mukarram al-anshari, Lisan al-arab Juz XIII, t.kp: tp., 1975, hlm

2 16 Sedangkan secara istilah, ada beberapa arti yang melekat pada istilah ibnu sabil dari beberapa pendapat para ulama. Berikut ini akan dipaparkan beberapa pendapat ulama mengenai pengertian ibnu sabil, Jamaluddin Muhammad bin Mukarram al-anshari memberikan definisi ibnu sabil sebagai berikut: وإبن السبيل المسافر ال ذي انقطع به وهو يريد الرجوع إلى بلده ولا يجد مايتبل غ به فله في الصدقات Artinya: 3 نصيب Ibnu sabil adalah al-musafir yaitu orang yang putus di tengah jalan, dan ia menghendaki untuk pulang ke negaranya dan tidak menemukan sesuatu yang bisa menyampaikannya, maka dia mendapatkan bagian dari shodaqoh. Imam Syafi i, sebagaimana dikutip oleh Jamaluddin Muhammad, memberikan definisinya sebagai berikut: وقال الشافعى: سهم سبيل االله فى أية الصدقات يعطى منه من أراد االغزو من أهل الصدقة فقيراكان أو غنيا. قال وإبن السبيل منأهل الصدقة ال ذي يريد البلد غير بلدهلا مر يلزمه قال ويعطى الغازى الحمولة Artinya: 4 والسلاح والنفقة والكسوة ويعطى إبن السبيل قدر مايبل غه البلد ال ذى يريد فى نفقته وحمولته Imam Syafi i berkata: bagian sabilillah -dalam ayat shodaqohitu diberikan kepada orang-orang yang hendak berperang dari ahl shodaqoh baik dia fakir maupun kaya. Imam Syafi i Berkata: sedangkan ibn sabil termasuk ahl al-shodaqot; yaitu orang yang menghendaki negara tapi bukan negaranya karena suatu perkara yang wajib. Imam Syafi i berkata: dan orang yang berperang diberi alat transportasi, senjata, nafaqoh, pakaian, sedangkan ibn sabil diberi kira-kira sesuatu yang bisa menyampaikan pada Negara yang dikehendakinya dalam hal nafaqoh dan alat transportasinya. Menurut Ibnu Qudamah, ibnu sabil adalah sebagai berikut: 3 Ibid., hlm Ibid.

3 17 إبن السبيل المسافر ال ذى ليس له ما يرجع به إلى بلده وإن كان يسار فى بلده فيعطى ما يرجع به إلى Artinya: 5 بلده Ibnu sabil adalah seseorang yang melakukan perjalanan (musafir) yang tidak memiliki kemampuan untuk kembali ke negerinya, dan untuk kembali melanjutkan perjalanan menuju negerinya maka diberi kepadanya sesuai kebutuhan yang dapat mengembalikannya ke negerinya Dari berbagai penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa ibnu sabil memiliki substansi seseorang yang kehabisan bekal akibat dari perjalanan yang dilakukannya dari suatu negeri ke negeri lainnya demi kemaslahatan. Makna jalan tidak lantas menjadi rujukan keberadaan yang berarti ibnu sabil berada di jalan melainkan sebagai pertanda dari suatu kegiatan yang dilakukan oleh ibnu sabil yang memiliki hubungan dengan jalan, yakni kegiatan perjalanan. Esensi yang terkandung dalam pengertian ibnu sabil ini adalah bahwa orang yang dalam perjalanan tidak memiliki batasan kriteria status ekonomi, ibnu sabil dapat berasal dari golongan apapun, tidak harus miskin. Orang kaya yang kehabisan bekal dalam perjalanannya dan terputus dari harta bendanya di negerinya juga dapat dimasukkan ke dalam kelompok ibnu sabil. 6 5 Ibnu Muhammad Abdullah bin Ahmad bin Muhammad bin Qudamah, al-mughni Juz II, Beirut: Daar al-kitab al-arabiy, t.th., hlm Hal ini seperti dijelaskan dalam M. Arif Mufraini, Akuntansi dan Manajemen Zakat Mengomunikasikan Kesadaran dan Membangun Jaringan, Jakarta: Kencana, 2006, hlm. 205; T.M. Hasbi ash-shiddieqy, Pedoman Zakat, Semarang: Pustaka Rizki Putra, 1997, hlm. 191; Hikmat Kurnia dan Ade Hidayat, Panduan Pintar Zakat, Jakarta: QultumMedia, 2008, hlm ; Muhammad bin Shalih al-utsaimin, Fatwa-fatwa Zakat, terj. Suharlan dkk., Jakarta: Darus Sunnah, 208, hlm

4 18 2. Dasar Hukum Ibnu sabil Ibnu sabil sebagai salah satu kelompok yang memiliki hak untuk menerima pemberian sedekah telah dijelaskan oleh Allah dalam beberapa firman-nya sebagai berikut: Q.S. al-isra ayat 26 &'!"#$% 01!./)#+ ()*#+, Artinya: Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Q.S. ar-rum ayat 38 23!"#$% 89: <* E 2D BC =?/@ /,M + GHIJKL 0@Q!=N $OP Artinya: Maka berikanlah kepada Kerabat yang terdekat akan haknya, demikian (pula) kepada fakir miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan. Itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang mencari keridhaan Allah; dan mereka Itulah orang-orang beruntung. Q.S. al-baqarah ayat 215 V DV 6 7 8RSN,O2TU ", E =NPW / B[\V XY PSL!:?4N3O$O3 $] Y^ I_`

5 19!!IabS3c V!"#$% 6 7 B[V EN,O,P gx`$oh f$] <D d=$e3 01i$! Artinya: Mereka bertanya tentang apa yang mereka nafkahkan. Jawablah: "Apa saja harta yang kamu nafkahkan hendaklah diberikan kepada ibu-bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan." dan apa saja kebaikan yang kamu buat, Maka Sesungguhnya Allah Maha mengetahuinya. Q.S. at-taubah ayat 60 ji?k HS$!Ia DP3O b 6Oh m$ I, q$ hpn,o, b P< V@I 2D!"#$% t q$ 2D 8u\V Wb&g/@3 E!"#$% 0)! gx#% X`$Oh vd Artinya: Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. 3. Perkembangan Makna Ibnu sabil Pada perkembangan pemikiran Islam, pengertian ibnu sabil kemudian berkembang. Oleh Ulama Hanbali, pengemis dimasukkan ke dalam kelompok ibnu sabil. Hal ini didasarkan pada keadaan yang dialami oleh para pengemis ketika berada di jalanan. 7 Di samping pengemis, yang Muhammad Hamid al-fiq, al-insyaf Juz 3, Kairo: Maktabah Ibn Taimiyyah, 1956, hlm.

6 20 dapat masuk ke dalam kelompok ibnu sabil adalah orang yang mengalami kegagalan dalam mencari rizki di kota. 8 Selain itu, esensi perjalanan dalam istilah ibnu sabil tidak hanya dimaknai sebagai proses kegiatan yang sengaja atau diinginkan oleh seseorang melainkan juga kegiatan perjalanan yang terpaksa dilakukan. Perjalanan yang terpaksa dilakukan tersebut di antaranya adalah perjalanan mencari suaka ke negeri lain maupun mengungsi karena bencana alam atau karena peperangan. Selain itu, terdapat juga pengembangan ibnu sabil dalam bentuk pemberian yang dilakukan sebelum orang melakukan perjalanan. Pemberian ini diberikan karena adanya faktor ketidakmampuan bekal dalam perjalanan yang akan dilakukannya. Hal ini salah satunya diwujudkan dalam pemberian beasiswa kepada para pelajar Khilafiyah Ulama tentang Ketentuan-ketentuan terkait Pemberian kepada Ibnu sabil Dalam pemberian zakat kepada ibnu sabil, ada beberapa ketentuan yang terkandung di dalamnya dan telah menjadi pembahasan dalam fiqh. Ketentuan-ketentuan tersebut meliputi ketentuan syarat, bentuk pemberian, dan tata cara pemberian. Berikut ini akan dipaparkan khilafiyah terkait dengan ketentuan-ketentuan tersebut. a. Khilafiyah mengenai syarat ibnu sabil 8 M. Arif Mufraini, Akuntansi dan Manajemen Zakat Mengomunikasikan Kesadaran dan Membangun Jaringan, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006, hlm Pendapat tentang pengembangan ibnu sabil untuk beasiswa dinyatakan oleh Imam Syafi i, hal ini dapat dilihat dalam -- Penjelasan terkait dengan penerapan beasiswa sebagai bagian ibnu sabil dapat dilihat dalam Didin Hafidhuddin, Zakat dalam Perekonomian Modern, Jakarta: Gema Insani Press, 2002, hlm ; Lihat juga dalam T.M. Hasbi ash-shiddieqy, Pedoman Zakat, Semarang: Pustaka Rizki Putra, 1997, hlm. 191.

7 21 Secara umum, syarat yang harus dipenuhi oleh orang yang berhak menerima zakat sebagai ibnu sabil mencakup tiga hal, yakni: 10 1) Sedang berada dalam perjalanan di luar lingkungan negeri tempat tinggalnya. 2) Perjalanan yang dilakukan bukan merupakan perjalanan maksiat atau tidak bertentangan dengan syari at Islam. 3) Benar-benar dalam keadaan yang membutuhkan untuk sampai kepada negerinya. Terkait dengan syarat pertama, apabila seseorang yang berada dalam atau melakukan perjalanan telah memiliki bekal, maka dia tidak berhak diberi hak zakat sebagai ibnu sabil meskipun dia dalam perjalanan yang dimaksud dalam ibnu sabil. Meski demikian, tidak semua ibnu sabil yang kehabisan bekal dapat diberikan zakat sebagai ibnu sabil. Bagi orang yang tidak memiliki kemampuan ekonomi di negerinya dan belum mencari hutangan, maka dia berhak diberi zakat sebagai ibnu sabil. Tetapi jika dia telah mencari pinjaman, maka dia tidak dapat diberikan zakat sebagai ibnu sabil. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Imam Syafi i yang menyatakan bahwa apabila ibnu sabil yang kehabisan bekal, khususnya orang yang memiliki kemampuan ekonomi di negerinya, menemukan orang yang dapat memberinya hutang untuk biaya perjalanan, maka orang tersebut tidak dapat diberikan zakat dari kelompok ibnu sabil. Sebaliknya, apabila hlm Hikmat Karunia dan A. Hidayat, Panduan Pintar Zakat, Jakarta: QultumMedia, 2008,

8 22 dia tidak menemukan orang yang dapat memberinya pinjaman, maka dia berhak untuk mendapatkan zakat sebagai ibnu sabil. 11 Pendapat tersebut berlawanan dengan pendapat yang dinyatakan oleh Ibnu Arabi dan Imam Qurtubi. Kedua ulama ini secara tegas menyatakan bahwa ibnu sabil tetap mendapatkan haknya dari zakat meskipun dia telah mendapatkan hutang. 12 Sedangkan pendapat ulama mazhab Hanafi lebih merujuk pada jalan tengah dengan menyatakan bahwa mencari hutang adalah utama namun bukanlah suatu kewajiban bagi ibnu sabil karena dikhawatirkan jika orang tersebut tidak mampu membayar hutangnya. Pendapat yang hampir sama dikemukakan oleh Imam Nawawi dengan redaksi yang berbeda. Menurut Imam Nawawi, ibnu sabil bisa mencari pinjaman namun tidak mesti ia harus meminjamnya, akan tetapi orang yang akan meminjami dapat memberikannya kepada ibnu sabil sebagai zakat kepadanya. 13 Namun, meskipun syarat pertama telah terpenuhi, belum tentu seorang yang melakukan perjalanan dapat diberikan zakat sebagai ibnu sabil. Syarat yang harus terpenuhi berikutnya adalah menyangkut perjalanan yang dilakukan oleh seseorang. Syarat perjalanan yang 11 Ungkapan Syafi i ini dapat dilihat dalam Ibnu Muhammad Abdullah bin Ahmad bin Muhammad bin Qudamah, loc. cit; Hal ini juga dijelaskan dalam T.M. Hasbi ash-shiddieqy, op. cit., hlm Dua pendapat di atas sebagaimana dikutip dalam Yusuf Qardhâwi, Hukum Zakat, terj. Didin Hafidhuddin dan Hasanuddin, Fiqhuz Zakat, Jakarta: Pustaka Litera Antarnusa, 1993, hlm Sebagaimana dijelaskan dalam Ibid. Kebolehan mencari pinjaman bagi ibnu sabil juga dijelaskan dalam Muhammad bin Shalih al-utsaimin, Fatwa-fatwa Zakat, terj. Suharlan dkk, Jakarta: Darus Sunnah Press, 2008, hlm. 217.

9 23 harus dilakukan adalah perjalanan yang baik atau untuk kemaslahatan. Maksudnya adalah apabila perjalanan yang dilakukan untuk kemaslahatan, maka seseorang tersebut dapat menerima hak zakat sebagai ibnu sabil. Sedangkan pada perjalanan yang dilakukan bukan untuk kemaslahatan melainkan untuk maksiat, maka orang tersebut tidak dapat menerima hak zakat sebagai ibnu sabil kecuali apabila dia telah bertaubat terlebih dahulu. Selain terkait dengan tujuan perjalanan, pemberian zakat kepada seseorang yang melakukan perjalanan sebagai ibnu sabil juga disandarkan pada tingkat kepentingan perjalanannya. Maksudnya adalah bahwa perjalanan yang dilakukan tersebut harus benar-benar perjalanan yang sangat diperlukan. Contoh perjalanan dalam bentuk ini adalah perjalanan untuk berdarmawisata. Mengenai hal ini, terjadi perbedaan pendapat di antara para ulama, khususnya di kalangan Syafi i dan Hanbali. Sebagian ulama berpendapat bahwa perjalanan berdarmawisata dapat diberikan hak zakat sebagai ibnu sabil karena bukan merupakan perjalanan untuk maksiat. Sedangkan sebagian ulama lainnya berpendapat bahwa perjalanan untuk berdarmawisata tidak dapat diberikan karena dalam perjalanan tersebut terkandung bentuk adanya kelebihan harta. 14 b. Khilafiyah mengenai bentuk pemberian kepada ibnu sabil 14 Yusuf Qardhâwi, op. cit., hlm. 656.

10 24 Pemberian kepada ibnu sabil dapat diwujudkan dalam beberapa bentuk, yakni: 1) Diberikan kepada ibnu sabil seluruh biaya yang dibutuhkan selama perjalanan dan tidak lebih dari itu. 2) Diberi biaya dan pakaian hingga mencukupi bagi orang yang tidak memiliki harta sama sekali dalam perjalanannya. Tapi jika dia memiliki harta namun tidak mencukupi, maka hanya diberi harta sesuai dengan kebutuhannya saja. 3) Diberikan kepadanya kendaraan. Pemberian kendaraan ini dilakukan kepada ibnu sabil yang dalam keadaan lemah fisik untuk berjalan maupun lemah fisik untuk mengangkut barang bawaannya. Dalam memenuhi kebutuhan kendaraan bagi ibnu sabil tidak harus dengan jalan membeli. Apabila harta zakat tidak memenuhi harga beli kendaraan, maka kendaraan untuk kepentingan ibnu sabil dapat diperoleh dengan jalan sewa. 4) Diberikan kepadanya kebutuhan selama menetap dalam perjalanannya Terkait dengan pemberian zakat kepada ibnu sabil, ada perbedaan pendapat mengenai waktu pemberian zakat dan kelebihan sisa dari zakat ketika ibnu sabil telah sampai kembali ke negerinya. Sebagian ulama berpendapat bahwa pemberian kepada ibnu sabil dilakukan pada saat ketika akan pulang dan bukan di tengah perjalanannya. Sedangkan sebagian lagi berpendapat bahwa ibnu sabil

11 25 yang dapat diberikan hak zakat adalah ibnu sabil yang langsung pulang setelah sampai pada tujuannya. Apabila ibnu sabil tersebut terlebih dahulu tinggal, maka dia tidak dapat diberikan hak zakatnya sebagai ibnu sabil. Dari perbedaan pendapat tersebut, ada pendapat tengah yang dinyatakan oleh Imam Syafi i. Beliau menyatakan bahwa ibnu sabil yang tinggal di tempat yang dituju dan tidak langsung pulang tetap dapat mendapat haknya sebagai ibnu sabil selama tidak melebihi waktu untuk meng-qashar shalat, yakni kurang dari empat hari. Namun jika melebihi batasan untuk meng-qashar shalat, maka ibnu sabil tidak berhak untuk menerima zakat. 15 Pada masa Khalifah Umar bin Khattab, pemberian zakat kepada ibnu sabil diwujudkan dengan membangun rumah untuk penginapan ibnu sabil dan pemenuhan kebutuhan selama menginap. Selain itu, Umar juga menyediakan sarana-sarana air minum dan kebutuhan ibnu sabil yang dibangun di sepanjang jalan Mekkah Madinah. 16 Perbedaan pendapat juga terkait dengan sisa biaya yang diperoleh ibnu sabil setelah sampai di tempat tujuan. Menurut Imam Syafi i, sisa biaya tersebut harus dikembalikan karena telah hilangnya kebutuhan sebagai ibnu sabil. Sedangkan menurut ulama Hanafi, tidak ada keharusan bagi ibnu sabil untuk mengembalikan sisa biaya yang diperolehnya. 15 Ibid., hlm Ibid., hlm. 653.

12 26 B. Tunawisma 1. Pengertian dan Keadaan Tunawisma di Indonesia Istilah tunawisma terdiri dari dua kata, yakni tuna dan wisma. Kata tuna memiliki arti luka, rusak, kurang atau tidak memiliki. 17 Sedangkan kata wisma memiliki arti bangunan untuk tempat tinggal. 18 Penggabungan dua kata tersebut kemudian menghasilkan arti orang yang tidak mempunyai tempat tinggal atau gelandangan. 19 Sedangkan dalam istilah bahasa Arab, tunawisma dikenal dengan istilah mahruman min al-ma wa. Istilah tersebut pada dasarnya juga terdiri dari dua kata, yakni mahruman dan al-ma wa. Kata mahruman berasal dari akar kata haram yang artinya sesuatu yang terhalang atau dilarang. Sedangkan kata al-ma wa berarti tempat tidur. Arti dari pertemuan dua kata tersebut adalah orang yang terhalang untuk memiliki tempat beristirahat. 20 Tunawisma merupakan permasalahan sosial yang hampir menjadi masalah di setiap negara. Di Indonesia, jumlah tunawisma tidak diketahui secara pasti. Masih ada perselisihan di antara para pihak yang berkompeten dalam masalah tuna wisma. Badan Pusat Statistik, berdasarkan hasil survey yang dilakukan pada tahun 2010 menyatakan bahwa jumlah tuna wisma di Indonesia sekitar orang. Hasil ini 17 Tim Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, Jakarta: Gramedia, 2008, hlm Ibid., hlm Lihat juga dalam Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1994, hlm Tim Pusat Bahasa, op. cit., hlm Terkait dengan pemaknaan haraman dapat dilihat dalam Jamaluddin Muhammad bin Mukarram al-anshari, Lisan al-arab Juz XV, t.kp: tp., 1975, hlm. 9.

13 27 berbeda dengan survey yang dilakukan oleh Kementerian Sosial (Kemensos) yang menyatakan jumlah tunawisma di Indonesia orang. Sedangkan menurut Iman Sugena, pengamat ekonomi nasional, jumlah tersebut masih kecil. Menurutnya, jumlah tersebut belum seberapa dengan perkiraan beliau mengenai jumlah tunawisma yang ada di Jakarta yang mencapai ratusan ribu. Lebih lanjut menurutnya, Pemerintah harus segera menyelesaikan masalah tunawisma dan tidak hanya berkutat pada jumlah angka semata. Solusi yang dapat ditempuh oleh Pemerintah menurut beliau adalah dengan membangun rumah-rumah singgah yang berdekatan dengan lokasi para tunawisma. 21 Tunawisma tidak seluruhnya terdiri dari orang yang tidak memiliki pekerjaan. Ada beberapa kelompok tunawisma yang memiliki pekerjaan. Meski demikian, mereka tetap tidak memiliki tempat tinggal dan memilih tinggal di emperan toko, di stasiun, di emperan jalan dan lain sebagainya. Pekerjaan tunawisma di antaranya adalah sebagai berikut: a. Membecak b. Memburuh (kuli) c. Mencari puntung rokok, pecahan kaca d. Melacurkan diri e. Kerja di penampungan 21 diakses tanggal 11 Desember 2011.

14 28 f. Mengemis, dan lain-lain 22 Dalam menjalani kehidupannya, tunawisma memiliki dua pola sosial, yakni tunawisma perorangan dan kelompok. Tunawisma yang hidup berkelompok umumnya memiliki ketua (pimpinan) dan mereka taat kepada pimpinan mereka. Meskipun ada yang memiliki pekerjaan, namun pada kenyataannya, para tunawisma masih belum mampu untuk mencukupi kebutuhan keseharian dan lebih utama kebutuhan akan tempat tinggal Penyebab munculnya tunawisma Kemunculan tunawisma dapat disebabkan oleh beberapa hal yang dapat diklasifikasikan sebagai berikut: a. Sebab-sebab yang berhubungan dengan jasmani dan rohani, seperti: 1) Frustasi (tekanan jiwa) 2) Cacat fisik 3) Cacat mental 4) Malas bekerja b. Sebab-sebab sosial/kemasyarakatan, seperti: 1) Pengaruh-pengaruh buruk dalam masyarakat seperti madat, judi, dan lain-lain 2) Gangguan keamanan dan bencana yang menyebabkan masyarakat mengungsi ke daerah lain 22 elearning.gunadarma.ac.id/.../bab8_masalah_sosial_dan_manfaat_sosial hlm diakses tanggal 11 Nopember Ibid.

15 29 3) Pengaruh konflik sosial c. Sebab-sebab ekonomi, seperti: 1) Kesulitan menanggung biaya hidup, lebih-lebih yang memiliki anggota keluarga banyak 2) Kecilnya pendapatan perkapita 3) Kegagalan bidang pertanian dan belum berkembangnya industry sehingga tidak dapat menyerap tenaga kerja Ibid., hlm. 100.

BAB IV ANALISIS PENDAPAT YUSUF QARDHÂWI TENTANG TUNAWISMA SEBAGAI PENERIMA ZAKAT DARI KELOMPOK IBNU SABIL DALAM KITAB FIQH AL-ZAKAT

BAB IV ANALISIS PENDAPAT YUSUF QARDHÂWI TENTANG TUNAWISMA SEBAGAI PENERIMA ZAKAT DARI KELOMPOK IBNU SABIL DALAM KITAB FIQH AL-ZAKAT BAB IV ANALISIS PENDAPAT YUSUF QARDHÂWI TENTANG TUNAWISMA SEBAGAI PENERIMA ZAKAT DARI KELOMPOK IBNU SABIL DALAM KITAB FIQH AL-ZAKAT A. Analisis Terhadap Pendapat Yusuf Qardhâwi Tentang Tunawisma Sebagai

Lebih terperinci

Artinya: Sabil adalah thariq (jalan) dengan orang-orang yang berjalan di atasnya, baik laki-laki maupun wanita 2

Artinya: Sabil adalah thariq (jalan) dengan orang-orang yang berjalan di atasnya, baik laki-laki maupun wanita 2 BAB II DIALEKTIKA IBN AL-SABĪL DAN TUNAWISMA DALAM KAJIAN FIQH KONTEMPORER A. Ibn al-sabīl 1. Pengertian Ibn al-sabīl Dalam perspektif fiqh klasik maupun kajian fiqh kontemporer, Ibn al-sabīl merupakan

Lebih terperinci

JURUSAN MUAMALAH FAKULTAS SYARI AH IAIN WALISONGO SEMARANG

JURUSAN MUAMALAH FAKULTAS SYARI AH IAIN WALISONGO SEMARANG ANALISIS PENDAPAT YUSUF QARDHÂWI TENTANG TUNAWISMA SEBAGAI PENERIMA ZAKAT DARI KELOMPOK IBNU SABIL DALAM KITAB FIQH AL-ZAKAT Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu firman-nya yakni Q.S. at-taubah ayat 60 sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. satu firman-nya yakni Q.S. at-taubah ayat 60 sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ibnu sabil merupakan salah satu dari delapan kelompok yang berhak menerima zakat (ashnaf). Hal ini sebagaimana disebutkan Allah dalam salah satu firman-nya yakni

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi Islam. Dalam kajian yang lebih luas dan sistematis, zakat bagian

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi Islam. Dalam kajian yang lebih luas dan sistematis, zakat bagian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Zakat merupakan rukun Islam yang kental dengan pendayagunaan ekonomi Islam. Dalam kajian yang lebih luas dan sistematis, zakat bagian dari disiplin kajian

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KOMISI B-1 IJTIMA ULAMA KOMISI FATWA MUI SE INDONESIA III tentang MASAIL FIQHIYYAH MU'ASHIRAH (MASALAH FIKIH KONTEMPORER)

KEPUTUSAN KOMISI B-1 IJTIMA ULAMA KOMISI FATWA MUI SE INDONESIA III tentang MASAIL FIQHIYYAH MU'ASHIRAH (MASALAH FIKIH KONTEMPORER) KEPUTUSAN KOMISI B-1 IJTIMA ULAMA KOMISI FATWA MUI SE INDONESIA III tentang MASAIL FIQHIYYAH MU'ASHIRAH (MASALAH FIKIH KONTEMPORER) MASALAH YANG TERKAIT DENGAN ZAKAT DESKRIPSI MASALAH Terjadinya perubahan

Lebih terperinci

FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor: 13 Tahun 2011 Tentang HUKUM ZAKAT ATAS HARTA HARAM

FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor: 13 Tahun 2011 Tentang HUKUM ZAKAT ATAS HARTA HARAM FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor: 13 Tahun 2011 Tentang HUKUM ZAKAT ATAS HARTA HARAM Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), setelah : MENIMBANG : a. bahwa seiring dengan pesatnya sosialisasi kewajiban

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS. A. Persamaan dan Perbedaan Pendapat Mazhab Syafi i dan Mazhab Hanbali Tentang Hukum Menjual Reruntuhan Bangunan Masjid

BAB IV ANALISIS. A. Persamaan dan Perbedaan Pendapat Mazhab Syafi i dan Mazhab Hanbali Tentang Hukum Menjual Reruntuhan Bangunan Masjid BAB IV ANALISIS A. Persamaan dan Perbedaan Pendapat Mazhab Syafi i dan Mazhab Hanbali Tentang Hukum Menjual Reruntuhan Bangunan Masjid Mazhab Syafi i dan mazhab Hanbali berpendapat bahwa wakaf adalah melepaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan sangat erat, yaitu bahwa setiap harta yang sudah dikeluarkan

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan sangat erat, yaitu bahwa setiap harta yang sudah dikeluarkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Zakat berasal dari bahasa Arab, yang merupakan bentuk dari kata zaka yang berarti suci, baik, berkah, tumbuh, dan berkembang. Menurut syara zakat merupakan nama bagi

Lebih terperinci

FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor: 15 Tahun 2011 Tentang PENYALURAN HARTA ZAKAT DALAM BENTUK ASET KELOLAAN

FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor: 15 Tahun 2011 Tentang PENYALURAN HARTA ZAKAT DALAM BENTUK ASET KELOLAAN FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor: 15 Tahun 2011 Tentang PENYALURAN HARTA ZAKAT DALAM BENTUK ASET KELOLAAN Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), setelah : MENIMBANG : a. bahwa perkembangan masyarakat

Lebih terperinci

A. Ringkasan atau Isi Penting dari Artikel

A. Ringkasan atau Isi Penting dari Artikel ARTICLE REVIEW Oleh: Afifah Hasbi (Prodi Ekonomi Syariah Pps UIN Ar-Raniry) Judul artikel : Pendistribusian Zakat Produktif Dalam Perspektif Islam Penulis artikel: Siti Zalikha Penerbit : Jurnal Ilmiah

Lebih terperinci

7 230 Daftar Bahasan Penerima Zakat Orang-Orang Fakir Orang-Orang Miskin Amil atau Pengurus Zakat Orang-Orang Muallaf Untuk Memerdekakan Budak Orang-Orang yang Berutang Untuk Jalan Allah Orang-Orang Yang

Lebih terperinci

FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor: 14 Tahun 2011 Tentang PENARIKAN, PEMELIHARAAN, DAN PENYALURAN HARTA ZAKAT

FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor: 14 Tahun 2011 Tentang PENARIKAN, PEMELIHARAAN, DAN PENYALURAN HARTA ZAKAT FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor: 14 Tahun 2011 Tentang PENARIKAN, PEMELIHARAAN, DAN PENYALURAN HARTA ZAKAT Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), setelah : MENIMBANG : a. bahwa dalam hal operasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salah satu ibadah wajib. Selain zakat fitrah yang menjadi kewajiban setiap

BAB I PENDAHULUAN. salah satu ibadah wajib. Selain zakat fitrah yang menjadi kewajiban setiap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Zakat merupakan bagian dari Rukun Islam, sehingga zakat merupakan salah satu ibadah wajib. Selain zakat fitrah yang menjadi kewajiban setiap muslim, ada pula

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HARTA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HARTA 24 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HARTA A. Pengertian Harta Secara Etimologi Harta dalam bahasa arab dikenal dengan al-mal. Secara etimologi, al-mal berasal dari mala yang berarti condong atau berpaling

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENYALURAN ZAKAT FITRAH UNTUK KEPENTINGAN MASJID DI DESA SOLOKURO KECAMATAN SOLOKURO KABUPATEN LAMONGAN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENYALURAN ZAKAT FITRAH UNTUK KEPENTINGAN MASJID DI DESA SOLOKURO KECAMATAN SOLOKURO KABUPATEN LAMONGAN 77 BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENYALURAN ZAKAT FITRAH UNTUK KEPENTINGAN MASJID DI DESA SOLOKURO KECAMATAN SOLOKURO KABUPATEN LAMONGAN A. Analisis Terhadap Praktik Penyaluran Zakat Fitrah di Masjid

Lebih terperinci

FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor: 8 Tahun 2011 Tentang AMIL ZAKAT

FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor: 8 Tahun 2011 Tentang AMIL ZAKAT FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor: 8 Tahun 2011 Tentang AMIL ZAKAT (MUI), setelah : MENIMBANG : a. bahwa kesadaran keagamaan masyarakat telah mendorong peningkatan jumlah pembayar zakat, yang kemudian

Lebih terperinci

FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor: 15 Tahun 2011 Tentang PENARIKAN, PEMELIHARAAN, DAN PENYALURAN HARTA ZAKAT

FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor: 15 Tahun 2011 Tentang PENARIKAN, PEMELIHARAAN, DAN PENYALURAN HARTA ZAKAT FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor: 15 Tahun 2011 Tentang PENARIKAN, PEMELIHARAAN, DAN PENYALURAN HARTA ZAKAT (MUI), setelah : MENIMBANG : a. bahwa dalam hal operasional penarikan, pemeliharaan, dan penyaluran

Lebih terperinci

BAB IV DATA DAN ANALISIS DATA > terputus bekalnya, karena itu yang dipahami dari kemutlakan lafaz ini. 1

BAB IV DATA DAN ANALISIS DATA > terputus bekalnya, karena itu yang dipahami dari kemutlakan lafaz ini. 1 BAB IV DATA DAN ANALISIS DATA > A. Data 1. Pendapat Imam Sya>fi i> tentang Makna Fi> Sabi>lillah pada Zakat dan Argumentasi yang Dikemukakan Menurut Abu Yu>suf bahwa arti Sabi>lillah adalah sukarelawan

Lebih terperinci

يجب صرف الفطرة الي الاصناف الذين تصرف اليهم زكا ة المال 1

يجب صرف الفطرة الي الاصناف الذين تصرف اليهم زكا ة المال 1 61 BAB IV ANALISIS FATWA MEJELIS TARJIH DAN TAJDID PIMPINAN PUSAT MUHAMMADIYAH TENTANG PEMBAGIAN ZAKAT FITRAH A. Analisis Fatwa Mejelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah Tentang Pembagian Zakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Amir Syarifudin, Hukum Kewarisan Islam, Fajar Interpratama Offset, Jakarta, 2004, hlm.1. 2

BAB I PENDAHULUAN. Amir Syarifudin, Hukum Kewarisan Islam, Fajar Interpratama Offset, Jakarta, 2004, hlm.1. 2 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Hukum Islam merupakan hukum Allah. Dan sebagai hukum Allah, ia menuntut kepatuhan dari umat Islam untuk melaksanakannya sebagai kelanjutan dari keimanannya kepada Allah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membayar zakat pulalah baru diakui komitmen ke-islaman seseorang. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. membayar zakat pulalah baru diakui komitmen ke-islaman seseorang. Hal ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Zakat merupakan salah satu dari rukun Islam yang lima dan dengan membayar zakat pulalah baru diakui komitmen ke-islaman seseorang. Hal ini sebagaimana firman

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Strategi Pendistribusian Zakat Oleh BAZNAS Kabupaten Jepara Dalam Upaya Pengentasan Kemiskinan Di Kabupaten Jepara zakat menurut bahasa berarti berkah, bersih, dan

Lebih terperinci

FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor 4 Tahun 2003 Tentang PENGGUNAAN DANA ZAKAT UNTUK ISTITSMAR (INVESTASI)

FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor 4 Tahun 2003 Tentang PENGGUNAAN DANA ZAKAT UNTUK ISTITSMAR (INVESTASI) PENGGUNAAN DANA ZAKAT UNTUK ISTITSMAR (INVESTASI) FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor 4 Tahun 2003 Tentang PENGGUNAAN DANA ZAKAT UNTUK ISTITSMAR (INVESTASI) Majelis Ulama Indonesia, setelah MENIMBANG :

Lebih terperinci

ZAKAT PENGHASILAN. FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor 3 Tahun 2003 Tentang ZAKAT PENGHASILAN

ZAKAT PENGHASILAN. FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor 3 Tahun 2003 Tentang ZAKAT PENGHASILAN ZAKAT PENGHASILAN الر ح يم الر ح من االله ب س م Majelis Ulama Indonesia, setelah MENIMBANG MENGINGAT FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor 3 Tahun 2003 Tentang ZAKAT PENGHASILAN : a. bahwa kedudukan hukum

Lebih terperinci

BAB IV PENERAPAN AKTA JAMINAN FIDUSIA DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN AL QARDH. A. Analisis Penerapan Akta Jaminan Fidusia dalam Perjanjian Pembiayaan Al

BAB IV PENERAPAN AKTA JAMINAN FIDUSIA DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN AL QARDH. A. Analisis Penerapan Akta Jaminan Fidusia dalam Perjanjian Pembiayaan Al 48 BAB IV PENERAPAN AKTA JAMINAN FIDUSIA DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN AL QARDH A. Analisis Penerapan Akta Jaminan Fidusia dalam Perjanjian Pembiayaan Al Qardh Pada dasarnya ijab qabul harus dilakukan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. benda tapi tidak sampai batas nisab zakat, namun ada pula yang tidak memiliki harta

BAB I PENDAHULUAN. benda tapi tidak sampai batas nisab zakat, namun ada pula yang tidak memiliki harta 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya semua isi alam ini diciptakan oleh Allah swt. untuk kepentingan seluruh umat manusia. Keadaan tiap manusia berbeda, ada yang memiliki banyak

Lebih terperinci

BAB IV EFEKTIVITAS PENDISTRIBUSIAN ZAKAT DI BAZ KOTA SEMARANG

BAB IV EFEKTIVITAS PENDISTRIBUSIAN ZAKAT DI BAZ KOTA SEMARANG BAB IV EFEKTIVITAS PENDISTRIBUSIAN ZAKAT DI BAZ KOTA SEMARANG A. Pendistribusian Zakat di BAZ Kota Semarang Pengelolaan zakat yang dilaksanakan oleh BAZ Kota Semarang dengan menyalurkan dana zakatnya sesuai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUN UMUM TENTANG ZAKAT, EFEKTIVITAS DAN KESEJAHTERAAN

BAB II TINJAUN UMUM TENTANG ZAKAT, EFEKTIVITAS DAN KESEJAHTERAAN BAB II TINJAUN UMUM TENTANG ZAKAT, EFEKTIVITAS DAN KESEJAHTERAAN A. Pengertian Zakat Ditinjau dari segi bahasa, kata zakat mempunyai beberapa arti yaitu albarakah keberkahan, al-nama> pertumbuhan dan perkembangan,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK AKAD UTANG PIUTANG BERHADIAH DI DESA SUGIHWARAS KECAMATAN CANDI KABUPATEN SIDOARJO

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK AKAD UTANG PIUTANG BERHADIAH DI DESA SUGIHWARAS KECAMATAN CANDI KABUPATEN SIDOARJO BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK AKAD UTANG PIUTANG BERHADIAH DI DESA SUGIHWARAS KECAMATAN CANDI KABUPATEN SIDOARJO A. Analisis terhadap praktik utang piutang berhadiah di Desa Sugihwaras Kecamatan

Lebih terperinci

BAB IV KEMASLAHATAN UMAT

BAB IV KEMASLAHATAN UMAT BAB IV KEMASLAHATAN UMAT Masalah ekonomi terjadi apabila kebutuhan pokok untuk semua pribadi manusia tidak tercukupi. Dan masalah pemenuhan kebutuhan pokok merupakan persoalan distribusi kekayaan. Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. minallah atau dimensi vertikal dan hablum minannas atau dimensi horizontal.

BAB I PENDAHULUAN. minallah atau dimensi vertikal dan hablum minannas atau dimensi horizontal. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Zakat adalah ibadah yang mengandung dua dimensi yaitu dimensi hablum minallah atau dimensi vertikal dan hablum minannas atau dimensi horizontal. Ibadah zakat

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS KETENTUAN KHI PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI HAID KETIKA MENJALANI MASA IDDAH KARENA MENYUSUI

BAB IV ANALISIS KETENTUAN KHI PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI HAID KETIKA MENJALANI MASA IDDAH KARENA MENYUSUI BAB IV ANALISIS KETENTUAN KHI PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI HAID KETIKA MENJALANI MASA IDDAH KARENA MENYUSUI A. Analisis Perhitungan Iddah Perempuan Yang Berhenti Haid Ketika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. zakat dan Infaq merupakan ibadah yang tidak hanya bersifat vertikal (hablun min

BAB I PENDAHULUAN. zakat dan Infaq merupakan ibadah yang tidak hanya bersifat vertikal (hablun min BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Zakat dan Infaq mempunyai peranan sangat besar dalam meningkatan kualitas kehidupan sosial masyarakat kurang mampu. Hal ini disebabkan karena zakat dan Infaq

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup atau sudah meninggal, sedang hakim menetapkan kematiannya. Kajian

BAB I PENDAHULUAN. hidup atau sudah meninggal, sedang hakim menetapkan kematiannya. Kajian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mafqud (orang hilang) adalah seseorang yang pergi dan terputus kabar beritanya, tidak diketahui tempatnya dan tidak diketahui pula apakah dia masih hidup atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berbicara tentang warisan menyalurkan pikiran dan perhatian orang ke arah suatu

BAB I PENDAHULUAN. Berbicara tentang warisan menyalurkan pikiran dan perhatian orang ke arah suatu BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang Masalah Berbicara tentang warisan menyalurkan pikiran dan perhatian orang ke arah suatu kejadian penting dalam suatu masyarakat tertentu, yaitu ada seorang anggota dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMIMPIN. 1) Mengetahui atau mengepalai, 2) Memenangkan paling banyak, 3)

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMIMPIN. 1) Mengetahui atau mengepalai, 2) Memenangkan paling banyak, 3) 12 A. Terminologi Pemimpin BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMIMPIN Pemimpin dalam Kamus Bahasa Indonesia berarti: 1) Orang yang memimpin. 2) Petunjuk, buku petunjuk (pedoman), sedangkan Memimpin artinya:

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP GANTI RUGI TANAH WAKAF MUSHALLA AKIBAT LUAPAN LUMPUR LAPINDO

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP GANTI RUGI TANAH WAKAF MUSHALLA AKIBAT LUAPAN LUMPUR LAPINDO BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP GANTI RUGI TANAH WAKAF MUSHALLA AKIBAT LUAPAN LUMPUR LAPINDO A. Analisis Terhadap Proses Ganti Rugi Tanah Wakaf Mushalla Akibat Luapan Lumpur Lapindo di Desa Siring

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG HARTA DALAM PERKAWINAN ISLAM. harta kerabat yang dikuasai, maupun harta perorangan yang berasal dari harta

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG HARTA DALAM PERKAWINAN ISLAM. harta kerabat yang dikuasai, maupun harta perorangan yang berasal dari harta BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG HARTA DALAM PERKAWINAN ISLAM A. Pengertian Harta Dalam Perkawinan Islam Menurut bahasa pengertian harta yaitu barang-barang (uang dan sebagainya) yang menjadi kekayaan. 1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Allah. Zakat telah ditentukan oleh Allah dengan dalil-dalil syara secara

BAB I PENDAHULUAN. Allah. Zakat telah ditentukan oleh Allah dengan dalil-dalil syara secara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Zakat merupakan suatu kewajiban yang telah ditentukan oleh Allah. Zakat telah ditentukan oleh Allah dengan dalil-dalil syara secara pasti. Allah SWT telah menetapkan

Lebih terperinci

Analisis Pengelolaan Zakat dalam Upaya Meningkatkan Kesejahteraan Mustahiq di Badan Amil Zakat Nasional Kota Cimahi

Analisis Pengelolaan Zakat dalam Upaya Meningkatkan Kesejahteraan Mustahiq di Badan Amil Zakat Nasional Kota Cimahi Prosiding Keuangan dan Perbankan Syariah ISSN: 2460-6561 Analisis Pengelolaan Zakat dalam Upaya Meningkatkan Kesejahteraan Mustahiq di Badan Amil Zakat Nasional Kota Cimahi 1 Fatimah Rahmawati, 2 Asep

Lebih terperinci

BAB IV. dalam perkara nomor : 1517/Pdt.G/2007/PA.Sda mengenai penolakan gugatan

BAB IV. dalam perkara nomor : 1517/Pdt.G/2007/PA.Sda mengenai penolakan gugatan BAB IV ANALISIS TENTANG PUTUSAN PENGADILAN AGAMA SIDOARJO MENGENAI PENOLAKAN GUGATAN NAFKAH MAD{IYAH DALAM PERMOHONAN CERAI TALAK NOMOR : 1517/Pdt.G/2007/PA.Sda A. Analisis Undang-Undang Perkawinan dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG NADZIR. Kata nadzir secara etimologi berasal dari kata kerja nazira. yandzaru yang berarti menjaga dan mengurus.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG NADZIR. Kata nadzir secara etimologi berasal dari kata kerja nazira. yandzaru yang berarti menjaga dan mengurus. BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG NADZIR A. Pengertian dan Dasar Hukum Nadzir 1. Pengertian Nadzir Kata nadzir secara etimologi berasal dari kata kerja nazira yandzaru yang berarti menjaga dan mengurus. 1 Di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Segala puji bagi Allah Swt. yang mengatur dan memelihara segala sesuatu yang

BAB I PENDAHULUAN. Segala puji bagi Allah Swt. yang mengatur dan memelihara segala sesuatu yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Segala puji bagi Allah Swt. yang mengatur dan memelihara segala sesuatu yang ada di alam ini, serta teriring salawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Nabi Muhammad

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS KONSTITUSI DAN HUKUM ISLAM TERHADAP PASAL 504 DAN 505 KUHP TENTANG PERBUATAN MENGEMIS DI TEMPAT UMUM DAN PELANCONG YANG TIDAK

BAB IV ANALISIS KONSTITUSI DAN HUKUM ISLAM TERHADAP PASAL 504 DAN 505 KUHP TENTANG PERBUATAN MENGEMIS DI TEMPAT UMUM DAN PELANCONG YANG TIDAK 51 BAB IV ANALISIS KONSTITUSI DAN HUKUM ISLAM TERHADAP PASAL 504 DAN 505 KUHP TENTANG PERBUATAN MENGEMIS DI TEMPAT UMUM DAN PELANCONG YANG TIDAK MEMPUNYAI PEKERJAAN A. Analisis Konstitusi Terhadap Pasal

Lebih terperinci

FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor 4 Tahun 2003 Tentang PENGGUNAAN DANA ZAKAT UNTUK ISTITSMAR (INVESTASI)

FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor 4 Tahun 2003 Tentang PENGGUNAAN DANA ZAKAT UNTUK ISTITSMAR (INVESTASI) 24 Penggunaan Dana Zakat Untuk Istitsmar (Inventasi) FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor 4 Tahun 2003 Tentang PENGGUNAAN DANA ZAKAT UNTUK ISTITSMAR (INVESTASI) Majelis Ulama Indonesia, setelah MENIMBANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Abdurrahman, Masalah Perwakafan Tanah Milik dan Tanah Wakaf di Negara Kita, Alumni, Bandung, 2000, hlm. 2. 2

BAB I PENDAHULUAN. Abdurrahman, Masalah Perwakafan Tanah Milik dan Tanah Wakaf di Negara Kita, Alumni, Bandung, 2000, hlm. 2. 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemerintah Indonesia mengatur dengan peraturan pertanahan yang dikenal dengan Undang-Undang Pokok Agraris (UUPA) Nomor 5 Tahun 1960. UUPA Bab XI pasal 49 (3)

Lebih terperinci

E٤٢ J٣٣ W F : :

E٤٢ J٣٣ W F : : [ ] E٤٢ J٣٣ W F : : Masyarakat yang bersih, yang tidak dipenuhi berbagai berita adalah masyarakat yang selamat serta terjaga, dan yang melakukan maksiat tetap tertutup dengan tutupan Allah atasnya hingga

Lebih terperinci

B A B I P E N D A H U L U A N. Puasa di dalam Islam disebut Al-Shiam, kata ini berasal dari bahasa Arab

B A B I P E N D A H U L U A N. Puasa di dalam Islam disebut Al-Shiam, kata ini berasal dari bahasa Arab 1 B A B I P E N D A H U L U A N A. Latar Belakang Masalah Puasa di dalam Islam disebut Al-Shiam, kata ini berasal dari bahasa Arab yang mempunyai arti : Menahan diri dari makan, minum dan hubungan seksuil

Lebih terperinci

Hukum Menunaikan Haji dan Umrah Dengan Pembayaran Melalui Kartu Kredit

Hukum Menunaikan Haji dan Umrah Dengan Pembayaran Melalui Kartu Kredit Hukum Menunaikan Haji dan Umrah Dengan Pembayaran Melalui Kartu Kredit ح م ذلهاب للحج والعمرة ادلفع بواسطة قروض الاي تمان ] إندوني [ Indonesia - Indonesian - Penterjemah: www.islamqa.info Pengaturan: www.islamhouse.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. itulah kenyataan hidup di sepanjang sejarah dunia. Jika diperhatikan, kemiskinan

BAB I PENDAHULUAN. itulah kenyataan hidup di sepanjang sejarah dunia. Jika diperhatikan, kemiskinan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Di awal sejarah pergaulan hidup dalam masyarakat, manusia telah mengenal adanya kelompok kaya dan miskin. Kedua macam golongan ini merupakan unsur pokok dari setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak mau seorang manusia haruslah berinteraksi dengan yang lain. Agar kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. tidak mau seorang manusia haruslah berinteraksi dengan yang lain. Agar kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang akan saling membutuhkan satu sama lain sampai kapanpun, hal tersebut dilakukan untuk pemenuhan kebutuhan. Maka dari itu mau

Lebih terperinci

BAB IV ZAKAT FITRAH DAN ZAKAT MAL

BAB IV ZAKAT FITRAH DAN ZAKAT MAL Standar Kompetensi (Fiqih) BAB IV ZAKAT FITRAH DAN ZAKAT MAL 8. Memahami Zakat Kompetensi Dasar 8.1. Menjelaskan pengertian zakat fitrah dan zakat maal 8.2. Membedakan antara zakat fitrah dan zakat maal

Lebih terperinci

HAK ZAKAT BAGI PENGUNGSI

HAK ZAKAT BAGI PENGUNGSI HAK ZAKAT BAGI PENGUNGSI SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan syarat-syarat guna memperoleh gelar sarjana Hukum Islam jurusan Syariah pada Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta NAMA

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM DAN PASAL 106 KOMPILASI HUKUM ISLAM TENTANG JUAL BELI TANAH MILIK ANAK YANG DILAKUKAN OLEH WALINYA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM DAN PASAL 106 KOMPILASI HUKUM ISLAM TENTANG JUAL BELI TANAH MILIK ANAK YANG DILAKUKAN OLEH WALINYA BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM DAN PASAL 106 KOMPILASI HUKUM ISLAM TENTANG JUAL BELI TANAH MILIK ANAK YANG DILAKUKAN OLEH WALINYA A. Analisis Pelaksanaan Transaksi Jual Beli Tanah Milik Anak yang Dilakukan

Lebih terperinci

INTENSIFIKASI PELAKSANAAN ZAKAT FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA TENTANG

INTENSIFIKASI PELAKSANAAN ZAKAT FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA TENTANG INTENSIFIKASI PELAKSANAAN ZAKAT FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA TENTANG INTENSIFIKASI PELAKSANAAN ZAKAT Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia dalam sidangnya pada tanggal 1 Rabi'ul Akhir 1402 H, bertepatan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT MELALUI LAYANAN M-ZAKAT DI PKPU (POS KEADILAN PEDULI UMAT) SURABAYA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT MELALUI LAYANAN M-ZAKAT DI PKPU (POS KEADILAN PEDULI UMAT) SURABAYA BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT MELALUI LAYANAN M-ZAKAT DI PKPU (POS KEADILAN PEDULI UMAT) SURABAYA A. Analisis Dari Segi Penerimaan Zakat Zakat melalui sms (short message service)

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PENDELEGASIAN PENGELOLAAN WAKAF DI PONDOK PESANTREN AL-MA UNAH CIREBON

BAB IV ANALISIS PENDELEGASIAN PENGELOLAAN WAKAF DI PONDOK PESANTREN AL-MA UNAH CIREBON BAB IV ANALISIS PENDELEGASIAN PENGELOLAAN WAKAF DI PONDOK PESANTREN AL-MA UNAH CIREBON A. Analisis tentang Pendelegasian Pengelolaan Wakaf di Pondok Pesantren al-ma unah Cirebon Dalam Peraturan Pemerintah

Lebih terperinci

ija>rah merupakan salah satu kegiatan muamalah dalam memenuhi

ija>rah merupakan salah satu kegiatan muamalah dalam memenuhi BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK LELANG UNDIAN DALAM PENYEWAAN TANAH KAS DESA DI DESA SUMBERAGUNG KECAMATAN NGRAHO KABUPATEN BOJONEGORO Dari bab sebelumnya, penulis telah memaparkan bagaimana

Lebih terperinci

بعد الصلاة فهي صدقة من الصدقات.

بعد الصلاة فهي صدقة من الصدقات. BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBAGIAN ZAKAT FITRAH KEPADA MASYARAKAT SECARA MERATA DI MASJID DARUL MUTTAQIN DESA WANAR KECAMATAN TERSONO KABUPATEN BATANG A. Analisis Pelaksanaan Zakat Fitrah di

Lebih terperinci

BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM A. Dasar Pertimbangan Hakim Mahkamah Agung Terhadap Putusan Waris Beda Agama Kewarisan beda agama

Lebih terperinci

BAB V PERSAMAAN DAN PERBEDAAN WASIAT KEPADA NON MUSLIM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF

BAB V PERSAMAAN DAN PERBEDAAN WASIAT KEPADA NON MUSLIM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF BAB V PERSAMAAN DAN PERBEDAAN WASIAT KEPADA NON MUSLIM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF A. Wasiat Kepada Non Muslim Perspektif Hukum Islam. 1. Syarat-syarat Mushii a. Mukallaf (baligh dan berakal

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. Yogyakarta, 2008, hlm Dimyauddin Djuwaini, Pengantar fiqh Muamalah, Gema Insani,

BAB IV ANALISIS DATA. Yogyakarta, 2008, hlm Dimyauddin Djuwaini, Pengantar fiqh Muamalah, Gema Insani, BAB IV ANALISIS DATA A. Praktik Ba i Al-wafa di Desa Sungai Langka Islam tidak membatasi kehendak seseorang dalam mencari dan memperoleh harta selama yang demikian tetap dilakukan dalam prinsip umum yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. waris, dalam konteks hukum Islam, dibagi ke dalam tiga golongan yakni: 3

BAB I PENDAHULUAN. waris, dalam konteks hukum Islam, dibagi ke dalam tiga golongan yakni: 3 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Waris merupakan salah satu kajian dalam Islam yang dikaji secara khusus dalam lingkup fiqh mawaris. 1 Pengkhususan pengkajian dalam hukum Islam secara tidak langsung

Lebih terperinci

BAB IV. A. Mekanisme Penundaan Waktu Penyerahan Barang Dengan Akad Jual Beli. beli pesanan di beberapa toko di DTC Wonokromo Surabaya dikarenakan

BAB IV. A. Mekanisme Penundaan Waktu Penyerahan Barang Dengan Akad Jual Beli. beli pesanan di beberapa toko di DTC Wonokromo Surabaya dikarenakan 66 BAB IV MEKANISME PENUNDAAN WAKTU PENYERAHAN BARANG DAN TINJAUAN HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NO.8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PENUNDAAN WAKTU PENYERAHAN BARANG DENGAN AKAD JUAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap suatu persoalan berada pada tangan beliau. 2. Rasulullah, penggunaan ijtihad menjadi solusi dalam rangka mencari

BAB I PENDAHULUAN. terhadap suatu persoalan berada pada tangan beliau. 2. Rasulullah, penggunaan ijtihad menjadi solusi dalam rangka mencari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Al-Qur an sebagai firman Allah dan al-hadits merupkan sumber dan ajaran jiwa yang bersifat universal. 1 Syari at Islam yang terkandung dalam al- Qur an telah mengajarkan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PENDAPAT HUKUM TENTANG IDDAH WANITA KEGUGURAN DALAM KITAB MUGHNI AL-MUHTAJ

BAB IV ANALISIS PENDAPAT HUKUM TENTANG IDDAH WANITA KEGUGURAN DALAM KITAB MUGHNI AL-MUHTAJ BAB IV ANALISIS PENDAPAT HUKUM TENTANG IDDAH WANITA KEGUGURAN DALAM KITAB MUGHNI AL-MUHTAJ A. Analisis Pendapat Tentang Iddah Wanita Keguguran Dalam Kitab Mughni Al-Muhtaj Dalam bab ini penulis akan berusaha

Lebih terperinci

KONSEP RIBA SESI III ACHMAD ZAKY

KONSEP RIBA SESI III ACHMAD ZAKY KONSEP RIBA SESI III ACHMAD ZAKY Ya Allah, cukupkanlah diriku dengan rizki-mu yang halal dari rizki-mu yang haram dan cukupkanlah diriku dengan keutamaan-mu dari selain-mu. (HR. At-Tirmidzi dalam Kitabud

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM GADAI EMAS (AR-RAHN) DALAM FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL-MAJLIS UALAMA INDONESI (DSN-MUI) TENTANG RAHN DAN RAHN EMAS

BAB II GAMBARAN UMUM GADAI EMAS (AR-RAHN) DALAM FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL-MAJLIS UALAMA INDONESI (DSN-MUI) TENTANG RAHN DAN RAHN EMAS 21 BAB II GAMBARAN UMUM GADAI EMAS (AR-RAHN) DALAM FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL-MAJLIS UALAMA INDONESI (DSN-MUI) TENTANG RAHN DAN RAHN EMAS A. Latar belakang Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) tentang

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPAT YUSUF QARADAWI TENTANG MENYERAHKAN ZAKAT KEPADA PENGUASA YANG ZALIM DALAM KITAB FIQHUZ ZAKAT

ANALISIS PENDAPAT YUSUF QARADAWI TENTANG MENYERAHKAN ZAKAT KEPADA PENGUASA YANG ZALIM DALAM KITAB FIQHUZ ZAKAT ANALISIS PENDAPAT YUSUF QARADAWI TENTANG MENYERAHKAN ZAKAT KEPADA PENGUASA YANG ZALIM DALAM KITAB FIQHUZ ZAKAT SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih banyak kita saksikan. Sebagian masyarakat hidup dalam serba kekurangan,

BAB I PENDAHULUAN. masih banyak kita saksikan. Sebagian masyarakat hidup dalam serba kekurangan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan kita sekarang ini kesenjangan sosial merupakan keadaan yang masih banyak kita saksikan. Sebagian masyarakat hidup dalam serba kekurangan, sedangkan

Lebih terperinci

ANALISIS MAS}HLAH}AH TERHADAP ZAKAT BESI TUA

ANALISIS MAS}HLAH}AH TERHADAP ZAKAT BESI TUA BAB IV ANALISIS MAS}HLAH}AH TERHADAP ZAKAT BESI TUA A. Mekanisme Pembagian zakat besi tua di Desa Tanjung Jati Kecamatan Kamal Kabupaten Bangkalan Adapun mekanisme pembagian zakat besi Tua tersebut mencakup,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya dalam menyalurkan kebutuhan biologisnya. diliputi rasa kasih sayang antara sesama anggota keluarga.

BAB I PENDAHULUAN. lainnya dalam menyalurkan kebutuhan biologisnya. diliputi rasa kasih sayang antara sesama anggota keluarga. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam Islam dengan disyari atkannya nikah pada hakekatnya adalah sebagai upaya legalisasi hubungan seksual sekaligus untuk mengembangkan keturunan yang sah dan

Lebih terperinci

BAB II KONSEPSI DASAR TENTANG JUAL BELI DALAM ISLAM.. yang berarti jual atau menjual. 1. Sedangkan kata beli berasal dari terjemahan Bahasa Arab

BAB II KONSEPSI DASAR TENTANG JUAL BELI DALAM ISLAM.. yang berarti jual atau menjual. 1. Sedangkan kata beli berasal dari terjemahan Bahasa Arab RASCAL321RASCAL321 BAB II KONSEPSI DASAR TENTANG JUAL BELI DALAM ISLAM A. Pengertian Jual Beli Seperti yang kita ketahui jual beli terdiri dari dua kata yaitu jual dan beli. Jual berasal dari terjemahan

Lebih terperinci

Apa itu Nadzar dan Sumpah? NADZAR DAN SUMPAH

Apa itu Nadzar dan Sumpah? NADZAR DAN SUMPAH Pertanyaan: Apa itu Nadzar dan Sumpah? NADZAR DAN SUMPAH Pertanyaan Dari: Dani, Sulawesi Selatan (disidangkan pada hari Jum at, 23 Jumadilakhir 1432 H / 27 Mei 2011 M) As-salaamu alaikum wr. wb. Divisi

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERSEPSI MASYARAKAT MUSLIM SIDOMOJO KRIAN SIDOARJO MENGENAI BUNGA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP KEGIATAN EKONOMI

BAB IV ANALISIS PERSEPSI MASYARAKAT MUSLIM SIDOMOJO KRIAN SIDOARJO MENGENAI BUNGA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP KEGIATAN EKONOMI BAB IV ANALISIS PERSEPSI MASYARAKAT MUSLIM SIDOMOJO KRIAN SIDOARJO MENGENAI BUNGA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP KEGIATAN EKONOMI A. Analisis Persepsi Masyarakat Muslim Mengenai Bunga dalam Kegiatan Ekonomi

Lebih terperinci

Menjual Rokok HUKUM SEORANG PEDAGANG YANG TIDAK MENGHISAP ROKOK NAMUN MENJUAL ROKOK DAN CERUTU DALAM DAGANGANNYA.

Menjual Rokok HUKUM SEORANG PEDAGANG YANG TIDAK MENGHISAP ROKOK NAMUN MENJUAL ROKOK DAN CERUTU DALAM DAGANGANNYA. Menjual Rokok HUKUM SEORANG PEDAGANG YANG TIDAK MENGHISAP ROKOK NAMUN MENJUAL ROKOK DAN CERUTU DALAM DAGANGANNYA. Al-Lajnah Ad-Daa-imah Lil Buhuuts Al-Ilmiyah Wal Ifta Al-Lajnah Ad-Daa-imah Lil Buhuuts

Lebih terperinci

KAIDAH FIQH. Perubahan Sebab Kepemilikan Seperti Perubahan Sebuah Benda. حفظو هللا Ustadz Ahmad Sabiq bin Abdul Lathif Abu Yusuf

KAIDAH FIQH. Perubahan Sebab Kepemilikan Seperti Perubahan Sebuah Benda. حفظو هللا Ustadz Ahmad Sabiq bin Abdul Lathif Abu Yusuf KAIDAH FIQH ت ب د ل س ب ب ال م ل ك ك ت ب د ل ال ع ي Perubahan Sebab Kepemilikan Seperti Perubahan Sebuah Benda حفظو هللا Ustadz Ahmad Sabiq bin Abdul Lathif Abu Yusuf Publication: 1437 H_2016 M Perubahan

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENERAPAN AKAD QARD\\} AL-H\}ASAN BI AN-NAZ AR DI BMT UGT SIDOGIRI CABANG WARU SIDOARJO

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENERAPAN AKAD QARD\\} AL-H\}ASAN BI AN-NAZ AR DI BMT UGT SIDOGIRI CABANG WARU SIDOARJO 65 BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENERAPAN AKAD QARD\\} AL-H\}ASAN BI AN-NAZ AR DI BMT UGT SIDOGIRI CABANG WARU SIDOARJO B. Analisis Terhadap Penerapan Akad Qard\\} Al-H\}asan Bi An-Naz ar di BMT

Lebih terperinci

MAD{IAH ISTRI AKIBAT PERCERAIAN DI KELURAHAN SEMOLOWARU

MAD{IAH ISTRI AKIBAT PERCERAIAN DI KELURAHAN SEMOLOWARU BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENARIKAN KEMBALI NAFKAH MAD{IAH ISTRI AKIBAT PERCERAIAN DI KELURAHAN SEMOLOWARU KECAMATAN SUKOLILO KOTA SURABAYA A. Tinjuan Hukum Islam Terhadap Penarikan Kembali

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TRADISI TUKAR-MENUKAR RAMBUT DENGAN KERUPUK DI DESA SENDANGREJO LAMONGAN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TRADISI TUKAR-MENUKAR RAMBUT DENGAN KERUPUK DI DESA SENDANGREJO LAMONGAN BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TRADISI TUKAR-MENUKAR RAMBUT DENGAN KERUPUK DI DESA SENDANGREJO LAMONGAN A. Analisis Terhadap Praktik Tukar-Menukar Rambut di Desa Sendangrejo Lamongan Dari uraian

Lebih terperinci

FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor 17 Tahun 2013 Tentang BERISTRI LEBIH DARI EMPAT DALAM WAKTU BERSAMAAN

FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor 17 Tahun 2013 Tentang BERISTRI LEBIH DARI EMPAT DALAM WAKTU BERSAMAAN FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor 17 Tahun 2013 Tentang BERISTRI LEBIH DARI EMPAT DALAM WAKTU BERSAMAAN (MUI), setelah : MENIMBANG : a. bahwa dalam Islam, pernikahan adalah merupakan bentuk ibadah yang

Lebih terperinci

RINGKASAN SKRIPSI A. ABSTRAK SKRIPSI

RINGKASAN SKRIPSI A. ABSTRAK SKRIPSI RINGKASAN SKRIPSI A. ABSTRAK SKRIPSI Kata Kunci : Dana Zakat, Beasiswa, Yusuf Qardhawi Dana zakat merupakan hak bagi para mustahiq, terdapat delapan golongan, dan salah satunya adalah fisabilillah (orang

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PERSEPSI NASABAH TENTANG APLIKASI MURA<BAH}AH DI BMS FAKULTAS SYARIAH

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PERSEPSI NASABAH TENTANG APLIKASI MURA<BAH}AH DI BMS FAKULTAS SYARIAH BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PERSEPSI NASABAH TENTANG APLIKASI MURAbah}ah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tantangan dan masalah kehidupan selalu muncul secara alami seiring dengan berputarnya waktu dan perkembangan zaman. Berbagai masalah muncul dari berbagai sudut

Lebih terperinci

Sekretariat : Gedung MUI Lt.3 Jl. Proklamasi No. 51 Menteng - Jakarta Telp. (021) Fax: (021)

Sekretariat : Gedung MUI Lt.3 Jl. Proklamasi No. 51 Menteng - Jakarta Telp. (021) Fax: (021) Sekretariat : Gedung MUI Lt.3 Jl. Proklamasi No. 51 Menteng - Jakarta 10320 Telp. (021) 392 4667 Fax: (021) 391 8917 FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL NO: 71/DSN-MUI/VI/2008 Tentang SALE AND LEASE BACK ( )

Lebih terperinci

BABI PENDAHULUAN. iman.puasa adalah suatu sendi (rukun) dari sendi-sendi Islam. Puasa di fardhukan

BABI PENDAHULUAN. iman.puasa adalah suatu sendi (rukun) dari sendi-sendi Islam. Puasa di fardhukan 1 BABI PENDAHULUAN A. Latar Belakang Puasa Ramadhan adalah suatu pokok dari rangkaian pembinaan iman.puasa adalah suatu sendi (rukun) dari sendi-sendi Islam. Puasa di fardhukan atas umat islam yang mukallaf

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN TERHADAP UPAH SISTEM TANDON DI TOKO RANDU SURABAYA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN TERHADAP UPAH SISTEM TANDON DI TOKO RANDU SURABAYA BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN TERHADAP UPAH SISTEM TANDON DI TOKO RANDU SURABAYA A. Analisis Hukum Islam Terhadap Upah Sistem Tandon Di Toko

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENDISTRIBUSIAN ZAKAT UNTUK HOME INDUSTRI DI PT. BPRS DAYA ARTHA MENTARI BANGIL

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENDISTRIBUSIAN ZAKAT UNTUK HOME INDUSTRI DI PT. BPRS DAYA ARTHA MENTARI BANGIL BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENDISTRIBUSIAN ZAKAT UNTUK HOME INDUSTRI DI PT. BPRS DAYA ARTHA MENTARI BANGIL A. Analisis Terhadap Teknik Pendistribusian Zakat Yang Diterapkan Oleh PT. BPRS Daya

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK PENGGUNAAN AKAD BMT AMANAH MADINA WARU SIDOARJO. Pembiayaan di BMT Amanah Madina Waru Sidoarajo.

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK PENGGUNAAN AKAD BMT AMANAH MADINA WARU SIDOARJO. Pembiayaan di BMT Amanah Madina Waru Sidoarajo. BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK PENGGUNAAN AKAD IJA>RAH MULTIJASA UNTUK SEGALA MACAM BENTUK PEMBIAYAAN DI BMT AMANAH MADINA WARU SIDOARJO A. Analisis Terhadap Praktek Akad Ija>rah Multijasa

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS APLIKASI PEMBERIAN UPAH TANPA KONTRAK DI UD. SAMUDERA PRATAMA SURABAYA

BAB IV ANALISIS APLIKASI PEMBERIAN UPAH TANPA KONTRAK DI UD. SAMUDERA PRATAMA SURABAYA 51 BAB IV ANALISIS APLIKASI PEMBERIAN UPAH TANPA KONTRAK DI UD. SAMUDERA PRATAMA SURABAYA A. Aplikasi Pemberian Upah Tanpa Kontrak Di UD. Samudera Pratama Surabaya. Perjanjian (kontrak) adalah suatu peristiwa

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP PENGELOLAAN WAKAF UANG DI BAITUL MAAL HIDAYATULLAH SEMARANG

BAB IV ANALISIS TERHADAP PENGELOLAAN WAKAF UANG DI BAITUL MAAL HIDAYATULLAH SEMARANG BAB IV ANALISIS TERHADAP PENGELOLAAN WAKAF UANG DI BAITUL MAAL HIDAYATULLAH SEMARANG A. Analisis Pengelolaan Wakaf Uang Baitul Maal Hidayatullah Semarang menurut hukum positif Dengan lahirnya Undang-undang

Lebih terperinci

ANALISIS TERHADAP PENYALURAN DANA ZAKAT GURU DAN PEGAWAI OLEH LZIS ASSALAAM SURAKARTA (Studi Kasus di LZIS Assalaam Surakarta)

ANALISIS TERHADAP PENYALURAN DANA ZAKAT GURU DAN PEGAWAI OLEH LZIS ASSALAAM SURAKARTA (Studi Kasus di LZIS Assalaam Surakarta) ANALISIS TERHADAP PENYALURAN DANA ZAKAT GURU DAN PEGAWAI OLEH LZIS ASSALAAM SURAKARTA (Studi Kasus di LZIS Assalaam Surakarta) NASKAH PUBLIKASI Diajukan kepada Program Studi Syari ah Muamalah Fakultas

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP ALIH FUNGSI WAKAF PRODUKTIF KEBUN APEL DI DESA ANDONOSARI KECAMATAN TUTUR KABUPATEN PASURUAN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP ALIH FUNGSI WAKAF PRODUKTIF KEBUN APEL DI DESA ANDONOSARI KECAMATAN TUTUR KABUPATEN PASURUAN BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP ALIH FUNGSI WAKAF PRODUKTIF KEBUN APEL DI DESA ANDONOSARI KECAMATAN TUTUR KABUPATEN PASURUAN Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dan disajikan pada bab III,

Lebih terperinci

Halal Guide.INFO - Guide to Halal and Islamic Lifestyle

Halal Guide.INFO - Guide to Halal and Islamic Lifestyle Halal Guide.INFO Guide to Halal and Islamic Lifestyle Pembiayaan Multijasa Kontribusi dari Administrator Thursday, 18 May 2006 Terakhir kali diperbaharui Thursday, 18 May 2006 Fatwa Dewan Syari'ah Nasional

Lebih terperinci

MENTASHARUFKAN DANA ZAKAT UNTUK KEGIATAN PRODUKTIF DAN KEMASLAHATAN UMUM

MENTASHARUFKAN DANA ZAKAT UNTUK KEGIATAN PRODUKTIF DAN KEMASLAHATAN UMUM 15 MENTASHARUFKAN DANA ZAKAT UNTUK KEGIATAN PRODUKTIF DAN KEMASLAHATAN UMUM Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia dalam sidangnya pada tanggal 8 Rabi ul Akhir 1402 H, bertepatan dengan tanggal 2 Februari

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Deposito 1. Pengertian Deposito Secara umum, deposito diartikan sebagai simpanan pihak ketiga pada bank yang penarikannya hanya dapat dilakukan dalam jangka waktu tertentu menurut

Lebih terperinci